• BAHAN AJAR (RPP)

    Surat Niaga
    Pengertian surat niaga
    surat niaga adalah surat yang digunakan untuk keperluan berdagang.
    Jenis-jenis surat niaga
    1. Surat perjanjian jual beli
    2. Nota pembayaran
    3. Surat tagihan
    4. Surat pesanan
    5. Surat klaim
    6. Surat pengiriman

    Ciri-ciri surat dagang dan surat kuasa
    Ciri-ciri surat dagang Ciri-ciri surat kuasa
    selalu berkaitan dengan niaga/bisnis
    ditulis secara resmi
    menggunakan kata-kata yang sopan dan menarik
    bersifat simpatik
    apabila merupakan surat transaksi bernominal besar, biasanya menggunakan materai dapat dilimpahkan kepada orang lain
    dapat bertindak atas nama pribadi dan instansi
    ditulis di atas kertas bersegel/materai
    Bagian-bagian  surat kuasa
    1. kop surat
    2. judul dan nama surat
    3. pihak yang memberi kuasa
    4. data pribadi yang memberi kuasa
    5. pihak yang diberi kuasa 6. data pribadi yang diberi kuasa
    7. isi dan batasan-batasan kewenangan yang diberikan
    8. tanggal pembuatan
    9. tanda tangan pihak yang memberi kuasa
    10 tanda tangan pihak yang diberi kuasa

    Contoh surat perjanjian jual beli

    PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH
    Pada hari ini, kamis, tanggal tujuh bulan agustus tahun dua ribu delapan, kami yang bertanda tangan di bawah ini :
    1. <nama penjual>, swasta, bertempat tinggal di <sesuai KTP, Lengkap-RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kotamadya, Provinsi> , dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut juga sebagai Pihak Pertama
    2. Ali Akbar <nama pembeli>, Konsultan SEO - Internet, bertempat tinggal di Jl. Sawah Baru No.15 Rt.003/011, Kelurahan Rawa Badak Utara, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut sebagai Pihak Kedua
    Kedua belah pihak dengan ini menerangkan bahwa Pihak Pertama menjual kepada Pihak Kedua berupa bangunan dan tanah yang berdiri diatas Sertifikat Hak Milik No _______________ yang terletak di <alamat rumah yang akan di jual -LENGKAP- >,
    Kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian ini dengan syarat-syarat sebagai berikut
    Pasal 1 Perpindahan Kepemilikan
    1. Perjanjian jual beli ini berlaku lima hari setelah ditandatanganinya perjanjian ini dan akan berakhir setelah rumah berpindah status kepemilikannya kepada pihak kedua.
    2. Proses perpindahan kepemilikan rumah akan diurus oleh pihak kedua berikut tanggungan yang timbul dan pihak pertama hanya akan membantu kelancaran kepengurusan saja.
    3. Perpindahan kepemilikan hanya akan diproses setelah semua kewajiban pihak kedua dipenuhi.
    Pasal 2 Nilai Jual Bangunan dan Tanah
    1. Rumah dijual seharga Rp 1.200.000.000
    2. Uang muka penjualan rumah adalah sebesar Rp 270.000.000 yang harus sudah dibayar oleh Pihak Kedua secara tunai oleh Pihak Pertama pada saat ditandatanganinya perjanjian ini
    3. Pembayaran berikutnya akan dilakukan 2 (dua) bulan dari tanggal penandatangan perjanjian ini untuk kepengurusan KPR oleh Pihak Kedua
    4. Pembayaran dianggap lunas bila pembayaran sudah mencapai nilai jual yang telah disepakati
    Pasal 3 Keterlambatan Bayar
    1. Keterlambatan pembayaran dari tanggal pada pasal 2 butir (3) akan dikenakan pembatalan perjanjian jual beli
    Pasal 4 Kewajiban-Kewajiban Lain
    1. Pihak Pertama wajib membayar iuran Pajak Bumi dan Bangunan sampai proses pemindahan kepemilikan selesai
    2.  Pihak Kedua wajib membayar iuran listrik rumah dan iuran warga setempat
    3.  Pihak Kedua tidak diperkenankan untuk mengubah fungsi serta peruntukkan sebagai rumah tinggal sampai pembayaran dianggap lunas
    Pasal 5 Lain-lain
    1. Pihak Kedua atas tanggungan sendiri dapat melakukan perubahan pada rumah yang tidak akan mengubah konstruksi dan NJOP dan tambahan tersebut harus merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menjadi milik Pihak Pertama
    2. Perubahan sebagaimana dimaksud dalam butir (1) harus dengan ijin tertulis dari Pihak Pertama
    3. Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua bahwa selama masa perjanjian ini berlaku, Pihak Kedua tidak akan mendapatkan tuntutan dan atau gugatan dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak atas tanah dan rumah tersebut
    4. Pihak kedua akan mendapatkan hak kepemilikan secara penuh apabila pembayaran telah dinyatakan lunas
    5. Segala kerusakan kecil maupun besar dari rumah tersebut menjadi tanggungan sepenuhnya dari Pihak Kedua tanpa kecuali
    6. Segala ketentuan yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diatur selanjutnya dalam addendum/amandemen yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian ini dan akan diputuskan secara bersama
    7. Apabila terjadi sengketa atas isi dan pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak akan menyelesaikannya secara musyawarah
    8. Apabila penyelesaian secara musyawarah tidak berhasil, maka kedua belah pihak sepakat untuk memilih domisili hukum dan tetap di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
    Demikian perjanjian ini disetujui dan dibuat serta ditanda tangani oleh kedua belah pihak dengan dihadiri saksi-saksi yang dikenal oleh kedua belah pihak serta dibuat dalam rangkap dua bermateri cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
    Semoga ikatan perjanjian ini membawa berkah bagi semua pihak.
    Pihak Pertama                                                    Pihak Kedua
    <Penjual>                                                               <Pembeli> Ali Akbar
    Saksi
    1. Saksi Pihak Pertama                                               2. Saksi Pihak Kedua

    Contoh surat kuasa
    SURAT KUASA UNTUK MENJUAL TANAH DAN BANGUNAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini:
    Nama                       :
    Tempat/tanggal lahir   :
    Pekerjaan                 :
    Alamat                     :
    Dengan ini memberi kuasa penuh kepada:

    Nama                       :
    Tempat/tanggal lahir   :
    Pekerjaan                 :
    Alamat                     :    

    KHUSUS

    Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa menjual, melepaskan hak, mengoperkan, atau dengan cara lain memindahtangankan kepada Pihak lain dengan harga dan syarat-syarat yang ditetapkan sendiri oleh penerima kuasa atas:
    -   Sebidang tanah Hak Milik Nomor: _____  Seluas _____ m2 (_____ meter persegi), yang terletak di _____ , Kecamatan _____ , Kelurahan _____ , sebagaimana diuraikan dalam Gambar Situasi tanggal _____ , dan menurut Sertifikat tanggal _____ terdaftar atas nama _____ . Berikut bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut beserta turutan-turutannya, setempat dikenal Kompleks _____ .
    -   sebidang tanah Hak Milik Nomor: _____  Seluas _____ m2 (_____ meter persegi), yang terletak di  _____ , Kecamatan _____ , Kelurahan _____ , sebagaimana diuraikan dalam Gambar Situasi tanggal _____  dan menurut Sertifikat tanggal _____ , terdaftar atas nama _____ , Yang diperoleh Tuan _____ tersebut di atas, berdasarkan Risalah Lelang Nomor: _____ Tanggal _____  berikut bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut beserta turutan-turutannya, setempat dikenal Kompleks _____ .
    Selanjutnya disebut Tanah dan Bangunan.

    Untuk itu menghadap di mana perlu, di antaranya di depan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dan instansi lainnya, memberikan keterangan-keterangan, membuat/suruh membuat, dan menandatangani akta-akta dan surat-surat yang diperlukan, menerima uang hasil penjualannya, memberikan tanda penerimaan-nya/kuitansinya atas uang hasil penjualan tersebut, serta melakukan segala tindakan yang dipandang baik dan berguna oleh penerima kuasa bagi terlaksananya kuasa ini tidak ada yang dikecualikan.      

    (kota) (tanggal)
    Pemberi Kuasa                                                                       Penerima Kuasa

    PEDOMAN PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
    SIFAT DAN ISI TULISAN
    Sifat dan isi tulisan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
    1. Kreatif dan Objektif
    a. Tulisan berisi gagasan kreatif yang merupakan hasil pemikiran secara terbuka
    b. Tulisan didukung oleh data dan informasi yang terpercaya
    c. Bersifat asli(bukan karya jiplakan dan menjauhi duplikasi
    2. Logis dan Sistematis
    a. Tiap langkah penulisan dirancang secara sistematis dan runtut
    b. Pada dasarnya karya tulis memuat unsur-unsur identifikasi masalah, analisis permasalahan, kesimpulan dan memuat saran-saran atau rekomendasi

    PENULISAN KARYA ILMIAH
    Sistematika Penulisan
    Sistematika penulisan hendaknya berisi rancangan yang teratur sebagai berikut:
    I. Bagian Awal
    1. Cover
    2. Halaman Judul.
    a. Judul diketik dengan huruf besar sesuai dengan masalah dan tidak membuka peluang untuk penafsiran yang bermacam-macam.
    b. Nama penulis ditulis dengan jelas
    3. Lembar Pengesahan diberi tanggal sesuai dengan tanggal pengesahan
    4. Kata pengantar dari penulis
    5. Daftar isi dan daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Pustaka,Daftar Tabel dan Lampiran
    6. Abstrak/Ringkasan
    II. Bagian Inti
    1. Pendahuluan
    Bagian pendahuluan mencakup hal-hal sebagai berikut:
    a. Latar belakang yang memuat alasan mengangkat masalah tersebut menjadi karya tulis dan penjelasan tentang penting dan menariknya masalah tersebut ditulis
    b. Uraian singkat mengenai gagasan kreatif yang ingin disampaikan
    c. Mengandung pertanyaan yang dijawab melalui tulisan
    d. Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui penulisan
    2. Tinjauan Pustaka
    a. Tinjauan pustaka meliputi uraian-uraian dan penjelasan yang menunjukkan landasan teori dan konsep-konsep yang relevan dengan masalah yang akan dikaji
    b. Uraian mengenai pendapat yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji
    c. Uraian mengenai pemecahan masalah yang pernah dilakukan
    3. Metode Penulisan
    Metode penulisan dilakukan mengikuti metode yang benar dengan menguraikan secara cermat cara atau prosedur pengumpulan data dan informasi, analisis permasalahan, pengambilan kesimpulan, serta perumusan saran atau rekomendasi,
    4. Bagian Isi/Pembahasan
    a. Analisis permasalahan didasarkan pada data atau informasi, serta telaah pustaka untuk menghasilkan alternatif pemecahan masalah atau gagasan kreatif
    b. Kesimpulan yang diambil harus konsisten
    c. Saran yang disampaikan berupa gagasan yang berkaitan dengan kesimpulan
    5. Bagian Akhir
    a. Daftar pustaka ditulis untuk memberi informasi sehingga pembaca dapat dengan mudah menemukan sumber yang disebutkan. Penulisan daftar pustaka untuk buku, dimulai dengan menulis nama pengarang,tahun penerbitan,judul buku,nama penerbit dan tempat terbit. Penulisan daftar pustaka dari jurnal dimulai dari nama penulis,tahun,judul penulisan,nama jurnal,volume,dan nomor halama. Penulisan daftar pustaka yang diperoleh dari internet ditulis alamat website-nya dan tanggal pengutipan.
    b. Daftar riwayat hidup peserta minimal mencakup nama lengakap, tempat tanggal lahir, karya tulis yang pernah dibuat dan prestasi yang pernah diraih.
    c. Lampiran (jika diperlukan)

    PENULISAN DAFTAR KEPUSTAKAAN

    Semua buku yang dijadikan sumber untuk menyusun skripsi harus disebutkan dalam daftar kepustakaan. Nama-nama pengarang pada daftar kepustakaan disusun berdasarkan abjad.
    Bila huruf pertama sama, maka kita lihat huruf ketiga dst, sampai kita temukan huruf yang berbeda. Kalau ada dua karangan atau lebih dari pengarang yang sama, tak usah dicantumkan dua kali, kita cukup membuat garis sepanjang delapan ketukan dari margin, sebagai pengganti nama pengarang tersebut.
    Urut-urutan penulisan daftar kepustakaan adalah sbb: nama pengarang, ditulis dengan urutan: (1) nama akhir, nama awal, dan nama tengah, tanpa gelar (titik), (2) tahun penerbitan buku (titik), (3) judul,termasuk sub-judul ‘jika ada’ (dimiringkan atau digaris bawahi,yang penting konsisten) (titik), (4) tempat penerbitan (titik dua), dan (5) nama penerbit.
    Berikut contoh-contoh penulisan Daftar Pustaka:
    Sumber dari buku.
    Pringgoadisurjo, Luwarsih. 1982. Pedoman Tertib Manulis dan Menerbitkan. Jakarta: Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional LIPI.
    Winardi. 1986. Pengantar Metodologi Research. Bandung: P.T. Alumni. Kerlinger, Fred. N. 1986. Foundations of Behavioral Research. New York: Holt,
    Rinehart and Winston. Inc.
    Sumber dari buku yang berupa kumpulan artikel.
    Aminudin (ed.). 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.
    Sumber artikel dalam Jurnal
    Contoh :
    Djoemadi. 1994. Komparasi Dua Metode Demonstrasi dalam Pembentukan Ketrampilan. Jurnal Kependidikan Thn XXIV, No.1: 99 – 110.
    Sumber dari Majalah atau Koran
    Alfian, M.Alfan, 2001, 7 Februari. Makna Manuver Politik TNI. Republika, h. 6.
    Sumber berupa terjemahan
    Ary, D., L. C. Jacobs, dan A. Razavieh. 1988. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terj. Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
    TEKNIK PENULISAN FOOTNOTE (Catatan Kaki)

         Footnote (catatan kaki) adalah catatan di kaki halaman untuk menyatakan sumber suatu kutipan, pendapat, pernyataan, atau ikhtisar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan footnote adalah sebagai berikut.
    1. Nomor footnote agak diangkat sedikit di atas baris biasa, tetapi tidak sampai setinggi satu spasi. Nomor itu jauhnya tujuh huruf dari margin atau tepi teks, atau sama dengan permulaan alinea baru. Jika catatan kaki terdiri lebih dari dua baris, baris kedua dan selanjutnya dimulai di garis margin atau tepi teks biasa.
    2. Nama pengarang ditulis menurut urutan nama aslinya. Pangkat atau gelar seperti Prof., Dr., Ir., dan sebagainya tidak perlu dicantumkan.
    3. Judul buku digaris bawah jika diketik dengan mesin ketik atau dicetak miring jika diketik dengan komputer.
    4. Jika buku, majalah, atau surat kabar ditulis oleh dua atau tiga orang, nama pengarang dicantumkan semua.
    5. Jika sumbernya berasal dari internet: Nama depan dan belakang penulis, “Judul dokumen,” nama website, alamat web komplit, tanggal dokumen tersebut di download.
    6. Pengarang yang lebih dari tiga orang, ditulis hanya nama pengarang pertama, lalu di belakangnya ditulis et al., atau dkk.
              Perhatikan contoh penulisan catatan kaki yang berasal dari buku di bawah ini !
    Footnote dengan satu pengarang
         1Ade Iwan Setiawan, Penghijauan dengan Tanaman Potensial, Penebar Swadaya, Depok, 2002, hlm. 14.
    Footnote dengan dua pengarang
          2Bagas Pratama dan T. Manurung, Surat Menyurat Bisnis Modern, Pustaka Setia, Bandung, 1998, hlm. 50.
    Footnote dari majalah
         4Mochtar Naim, ’’Mengapa Orang Minang Merantau?’’ Tempo, 31 Januari 1975, hlm. 36.
    Footnote dari surat kabar
         12Suara Merdeka, 29 Agustus 2005, hlm. 4.
    Footnote dari internet
    Richard Whittle, “High Sea Piracy: Crisis in Aden”, Aviation Today, diakses dari http://www.aviationtoday.com/rw/military/attack/High-Sea-Piracy-Crisis-in-Aden_32500.html, pada tanggal 26 Juli 2009 pukul 11.32
               Dalam menuliskan footnote, adakalanya digunakan singkatan-singkatan tertentu, yaitu :
    1. ibid, kependekan dari ibidem yang berarti ‘di tempat yang sama dan belum diselingi dengan kutipan lain’.
    2. op.cit., singkatan dari opere citato, artinya ’dalam karangan yang telah disebut dan diselingi dengan sumber lain’.
    3. loc.cit, kependekan dari loco citato, artinya ‘di tempat yang telah disebut’. loc. Cit digunakan jika kita menunjuk ke halaman yang sama dari suatu sumber yang telah disebut.
                Perhatikan pemakaian ibid., op. cit., dan loc. cit., dibawah ini!
    1Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm. 8.
    2Ibid., hlm. 15 (berarti dikutip dari buku di atas)
    3Ismail Marahimin, Menulis secara Populer, Pustaka Jaya, Jakarta, 2001, hlm 46.
    4Soedjito dan Mansur Hasan, Keterampilan Menulis Paragraf, Remaja Rosda Karya, Bandung, hlm. 23.
    5Gorys Keraf, op. cit. hlm 8 (buku yang telah disebutkan di atas)
    6Ismail Marahimin, loc. cit. (buku yang telah disebut di atas di halaman yang sama, yakni hlm. 46)
    7Soedjito dan Mansur Hasan, loc. cit. (menunjuk ke halaman yang sama dengan yang disebut terakhir, yakni hlm. 23)

    Bahan Ajar
    Standar Kompetensi: Memahami pementasan drama
    Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi peristiwa, pelaku dan perwatakannya, dialog, dan    konflik pada pementasan drama
    UNSUR-UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK NASKAH DRAMA

    Unsur Intrinsik
    Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drana berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah naskah drama. Unsur yang dimaksud untuk menyebut sebagian saja, misalnya: 1) judul; 2) tema; 3) plot atau alur ; 4) tokoh cerita dan perwatakan; 5) dialog; 6) konflik; dan 7)latar.
    Judul
    Judul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama sebagai karya sastra dan merupakan cabang sini tergolong sebagai karya fiksi. Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.
    Judul karangan seringkali berfungsi menunjukan unsur-unsur tertentu dari karya sastra, misalnya :
    a. Dapat menunjukan tokoh utama
    b. Dapat menunjukan alur atau waktu
    c. Dapat menunjukan objek yang dikemukakan dalam suatu cerita
    d. Dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita
    e. Dapat mengandung beberapa pengertian
    Tema
    Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya  Tema dikembangkan dan ditulis pengarang dengan bahasa yang indah sehingga menghasilkan karya sastra atau drama. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.
    Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995), tema dibagi dua, yaitu tema mayor ( tema pokok cerita yang menjadi dasar karya sastra itu) dan tema minor (tema tambahan yang menguatkan tema mayor).
    Plot atau alur
    Menurut Sudjarwadi (2005), plot atau alur dalam drama tidak jauh berbeda dengan plot atau alur dalam prosa fiksi. Dalam drama juga mengenal tahapan plot yang dimulai dari tahapan permulaan, tahapan pertikaian, tahapan perumitan, tahapan puncak, tahapan peleraian, dan tahapan akhir. Hanya saja dalam drama plot atau alur itu dibagi menjadi babak-babak dan adegan-adegan.
    Babak adalah bagian dari plot atau alur dalam sebuah drama yang ditandai oleh perubahan setting atau latar. Sedangkan adegan merupan babak yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh ataupun perubahan yang dibicarakan.
    Tokoh cerita dan perwatakan
    Tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh cerita dapat berupa manusia, binatang, makhluk lain seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan atau iblis, jin, setan, sikuman, roh, dan benda-benda yang diinsankan. Tokoh dalam karya sastra memiliki perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan timbulnya peristiwa atau konflik yang membuat cerita semakin menarik. Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu central character (tokoh utama) dan peripheral character (tokoh tambahan). Ada dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penderitaannya dalam suatu karya sastra (drama).
    Ada tiga kriteria untuk menentukan tokoh utama, yaitu :
    a. Mencari tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
    b. Mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan
    c. Melihat intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita (tema)
    Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita ada empat macam, yaitu tokoh protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Ada pula pendapat lain, bahwa ada tiga macam tokoh cerita, yaitu tokoh utama, tokoh pendamping, dan tokoh tambahan. Berdasarkan wataknya, tokoh cerita dibedakan menjadi dau jenis, yaitu flat character (tidak mengalami perubahan) dan round character (mengalami perubahan).
    Teknik Dialog
    Teknik dialog sangat penting di dalam drama. Dialog merupakan ciri khas suatu karya drama. Adanya teknik dialog secara visual membedakan karya drama dengan yang lain, yaitu puisi dan prosa. Dialog ada juga di dalam puisi dan prosa, tetapi tidak semutlak di dalam drama. Dialog di dalam drama tidak boleh diabaikan karena pada dasarnya drama merupakan dialog para tokoh cerita. Dialog adalah percakapan tokoh cerita. Dalam struktur lakon, dialog dapat ditinjau dari segi estetis dan segi teknis. Dari segi estetis, dialog merupakan faktor literer dan filosofis yang mempengaruhi struktur keindahan lakon. Dari segi teknis, dialog biasanya diberi catatan pengucapan yang ditulis dalam tanda kurung. Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita.
    Ada dua macam tenik dialog, yaitu monolog dan konversi (percakapan). Ada juga teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog. Prolog berarti pembukaan atau peristiwa pendahuluan yang diucapakan pemeran utama dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk menyampaikan atau menafsirkan maksud karya drama tersebut.
    Konflik
    Konflik adalah pertentangan. Tokoh cerita dapat mengalami konflik, baik konflik dengan diri sendiri, dengan orang / pihak lain, maupun dengan lingkungan alam. Seperti halnya biasa, tokoh cerita dalam drama juga mengalami konflik. Konflik dapat membentuk rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan kausalitet. Konflik di dalam karya drama dapat menimbulkan atau menambah nilai estetik. Tanpa konflik antar tokoh cerita, suatu karya drama terasa monoton, akibatnya pembaca atau penonton drama menjadi bosan.
    Ada pendapat yang menyatakan bahwa konflik dibagi menjadi dua bagian, yaitu konflik eksternal dan internal. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa konflik ada tiga macam, yaitu konflik mental (batin), konflik sosial, dan konflik fisik. Konflik mental (batin) adalah konflik atau pertentangan antara seseorang dengan batin atau wataknya. Konflik sosial adalah konflik antara seseorang dengan masyarakatnya, atau dengan orang / pihak lain. Konflik fisik adalah konflik antara seseorang dengan kekuatan diluar dirinya, misalnya dengan alam yang ganas, cuaca buruk, lingkungan yang kumuh, pergaulan yang salah. Konflik merupakan kunci untuk menemukan alur cerita. Dengan adanya konflik, maka cerita dapat berlangsung. Konflik berkaitan dengan unsure intriksik yang lain, seperti tokoh, tema latar, dan tipe drama. Konflik dapat menggambarkan adanya tipe drama.
    Latar
    Latar merupakan unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau crita drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar membuat latar yang tepat demi keberj\hasilan dan keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan carita. Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
    Fungsi latar yaitu:
    a. menggambarkan situasi
    b. proyeksi keadaan batin para tokoh cerita
    c. menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita
    d. menciptakan suasana
    Unsur-unsur latar yaitu:
    a. letak geografis
    b. kedudukan / pekerjaan sehari-hari tokoh cerita
    c. waktu terjadinya peristiwa
    d. lingkungan tokoh cerita
    Aspek latar berdasarkan fungsinya mencakup:
    a. tempat terjadinya peristiwa
    b. lingkungan kehidupan
    c. sistem kehidupan
    d. alat-alat atau benda-benda
    e. waktu terjadinya peristiwa
     Unsur Ekstrinsik
    Menurut  Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik karya sastra adalah hal-hal yang berada di luar struktur karya sastra, namun amat mempengaruhi karya sastra tersebut. Misalnya faktor-faktor sosial politik saat karya tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan pengarang, dan sebagainya. Mengutip pernyataan Wellek dan Warren, Tjahyono menjelaskan pengkajian terhadap unsur ekstrinsik karya sastra mencakup empat hal. Salah satunya adalah mengkaji hubungan sastra dengan aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Bahwa situasi sosial politik ataupun realita budaya tertentu akan sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut.

    Bahan Ajar
    Standar Kompetensi: Memahami pementasan drama
    Kompetensi Dasar : Menganalisis pementasan drama berdasarkan teknik pementasan.
    Teknik Pementasan Drama
    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pementasan drama
    1. Posisi tokoh di atas pentas (blocking)
    Dalam melakukan gerak kerja panggung, hal-hal berikut perlu diperhatikan dan dilaksanakan.
    a. Gerak panggung hanya dikerjakan kalau ada maksud dan tujuan.
    b. Gerak panggung menarik perhatian penonton.
    c. Gerak panggung boleh dilakukan sambil berbicara atau berurutan.
    d. Gerak panggung hanya dilakukan dengan gerak maju, bukan gerak mundur atau menyamping kecuali dengan maksud tertentu.
    e. Gerak panggung yang cepat menunjukkan adanya sesuatu yang penting. sebaliknya, gerakan lambat menunjukkan kesedihan, keputusasaan, atau kekhidmatan.
    2. Tata busana
    Tata busana adalah pengaturan pakaian pemain, baik bahan, model, maupun cara mengenakannya.
    3. Tata panggung
    Panggung adalah pentas atau arena untuk bermain drama. panggung biasanya letaknya di depan tempat duduk penonton dan lebih tinggi daripada kursi penonton. tata panggung adalah keadaan panggung yang dibutuhkan untuk permainan drama.
    4. Tata lampu
    Tata lampu adalah pengaturan cahaya di panggung.
    5. Tata suara/bunyi
    Tata suara bukan hanya pengaturan pengeras suara melainkan juga musik pengiring. musik pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih meyakinkan dan lebih mantap bagi para penonton.

    Bahan Ajar
    Standar Kompetensi: Memerankah tokoh dalam drama
    Kompetensi Dasar : 1. Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh
    2. Mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis dan atau antagonis
    Cara menghayati watak tokoh yang akan diperankan
    1. Melalui tuturan pengarang (dalam hal ini sutradara) terhadap karakter pelakunya.
    2. Gambaran yang diberikan dalam naskah drama lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaiannya.
    3. Menunjukkan bagaimana perilakunya
    4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya.
    5. Memahami bagaimana jalan pikirannya.
    6. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentang dia.
    7. Melihat tokoh lain berbicara dengannya.
    8. Melihat bagaimana tokoh yang lain memberi reaksi terhadapnya.
    9. Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain.

    Agar dialog yang anda sampaikan sesuai dengan watak tokoh maka anda perlu melatih gerak-gerik, mimik dan intonasi.
    gerak-gerik (gestur)
    seorang pemain drama perlu mengontrol tubuhnya sendiri agar sesuai dengan peran yang akan diperankannya. misalnya saat anda berperan sebagai seorang guru yang berwibawa tentu berbeda gesture saat anda berperan sebagai seorang kakek renta.
    mimik atau ekspresi
    latihan mengolah mimik pun merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. penonton dapat mengetahui suasana hati tokoh yang  diperankan melalui mimik yang diperhatikan oleh pemain. agar mimik anda dapat terlatih dengan baik, anda dapat melakukan kegiatan senam wajah setiap hari. caranya, yaitu menggerakkan seluruh otot wajah anda hingga terasa pegal.
    intonasi
    pengolahan intonasi dapat dilakukan dengan cara:
    a. menaik-turunkan volume suara
    b. merendah-tinggikan frekuensi nada bicara
    c. mengatur tempo pengucapan
    d. mengatur dan mengolah warna serta tekstur suara
    berdasarkan perannya terhadap jalan cerita, tokoh bisa dibedakan menjadi tiga.
    1. Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. biasanya ada satu atau dua figur tokoh yang protagonis utama yang dibantu oleh tokoh-tokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita.
    2. Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita.
    3. Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis.
    Watak seorang tokoh dalam drama dapat dilihat dari ucapan-ucapannya. seorang tokoh dapat diketahui usia, latar belakang sosial, moral, suasana kejiwaan, agama yang dianut, dan bahkan aliran politik dan ideologinya.
    Selain itu, watak seorang tokoh dapat pula dilihatdari gerakan dan tingkah lakunya, cara berpakaian, jalan pikiran, atau ketika tokoh itu berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya.


    Bahan Ajar
    Standar Kompetensi : Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan
    Kompetensi Dasar : Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat

    Pengertian hikayat
    Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa terutama dalam bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian, serta mukjizat tokoh utama.
    Ciri-ciri hikayat
    a. sebagai suatu jenis sastra, hikayat memiliki cara tersendiri dalam menampilkan realitas kehidupan
    b. sebagai sebuah karangan hikayat bermediakan bahasa Melayu
    c. berhubung pada dasarnya hal yang diungkapkan pengarang disampaikan dengan jelas menceritakan, meriwayatkan, dan mendorongkan, maka jenis karangan yang digunakan adalah narasi.
    d. dilandasi oleh adanya unsur cerita/dongeng. maka hikayat berkesan rekaan/fiksional
    e. hikayat umumnya bermotifkan keajaiban dan kesaktian.
    f. bentuk karangan yang digunakan adalah prosa
    g. isi cerita berkisar pada tokoh raja dan keluarganya (istana sentries)
    Unsur intrinsik hikayat
    Tokoh
    Tokoh termasuk unsur cerita yang sangat penting. Tidak ada cerita tanpa tokoh. Tokoh-tokoh dalam cerita bersifat unik, tokoh yang satu berbeda dengan yang lainnya. Tokoh lazim pula disebut pelaku cerita. Tokoh biasanya berwujud manusia, tetapi dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
    Sumardjo (dalam Wahid, 2004:76) mengatakan melalui tokoh, pembaca dapat mengikuti jalannya cerita dan mengalami berbagai pengalaman batin seperi yang dialami tokoh cerita.
    Zulfahnur (1996/1997:29) menjelaskan bahwa berdasarkan fungsi penampilanya, tokoh dalam cerita dibedakan menjadi tiga, yaitu tokoh protagonis, antagonis, dan trigonis. Protagonis adalah tokoh yang diharapkan berfungsi menarik simpatik dan empati pembaca. Antagonis atau tokoh lawan adalah pelaku dalam cerita yang berfungsi sebagai penantang utama dari tokoh protagonis. Tritagonis adalah tokoh yang berpihak pada protagonis atau berpiihak pada antagonis atau berfungsi sebagai penengah tokoh-tokoh itu.
    Baik tokoh protagonis maupun antagonis biasanya menjadi fokus cerita. Tokoh yang menjadi fokus ini biasanya disebut tokoh utama.
    Tema
    Menurut Surana (2002:56) tema adalah pokok permasalahan suatu cerita yang terus menerus dibicarakan sepanjang cerita. Pengarang sendiri tidak menyebutkan apa yang menjadi latar belakang atau tema ceritanya, tetapi dapat kita ketahui setelah kita membaca cerita itu secara keseluruhan. Dengan kata lain titik tolak sebuah cerita merupakan sebuah yang tersirat bukan tersurat. Pengarang hendak menyajikan suatu cerita ialah hendak mengemukakan suatu gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari sebuah karya sastra itu yang disebut tema.
    Amanat
    Amanat dapat diartikan sebagai pesan berupa ide, gagasan, ajaran moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan atau dikemukakan pengarang lewat cerita. Amanat pengarang ini dapat secara implisit dan eksplisit di dalam karya sastra implisit misalnya disiratkan dalam tingkah laku tokoh-tokoh cerita. Sedangkan eksplisit, bila dalam tengah atau akhir cerita pengarang menyampaikan pesan-pesan, nasihat pemikiran dan sebagainya (Zulfahnur, 1996:25-26).
    Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Sudjiman (1988:57) mengemukakan bahwa amanat adalah ajaran moral atau pesan yang disampaikan oleh pengarang. Sedangkan Esten (1995:91) berpendapat bahwa amanat adalah pemecahan dan jalan keluar yang diberikan pengarang didalam sebuah karya sastra terhadap semua yang dikemukakan.
    Berdasarkan pandangan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika permasalahan yang diajukan dalam cerita juga diberikan jalan keluarnya oleh pengarang maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat.
    Latar
    Unsur fiksi yang menunjukan dimana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut latar. Adapula yang menyebutkan landasan tumpu, yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi. Latar secara garis besar dapat dikategorikan dalam tiga bagian yakni latar tempat, yang berkaitan dengan geografis, latar waktu yang berkaitan dengan masalah historis dan latar sosial yang berkaitan dengan kemasyarakatan.
    Abrams dalam Nurgiantoro (1995:216) mengemukakan bahwa latar adalah landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan hubungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dapat dikatakan bahwa latar-latar tersebut sebagai ruangan atau tempat tokoh-tokoh melandaskan laku dan alasan psikologi pertumbuhan tokoh.
    Menurut Sudjiman (1986:64) secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk pengacauan yang berkaitan dengan waktu ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita. Selanjutnya dijelaskan bahwa latar dapat dibedakan menjadi latar sosial dan latar fisik/ materi, kelompok sosial dan sifat, adab kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain. yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisiknya, yaitu bangunan, daerah dan sebagainya. Latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu disebut latar spiritual.
    Menurut Semi (1988:46) latar dalam prosa fiksi termasuk hikayat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
    1. Latar alam di dalamnya dilukiskan perihal lokasi atau tempat peristiwa dalam ruang alam itu.
    2. Latar waktu, yaitu latar yang melukiskan kapan peristiwa itu terjadi, pada tahun berapa, pada musim apa, jam berapa, senja hari, tengah hari, malam hari, akhir bulan, dan sebagainya.
    3. Latar sosial, yaitu yang melukiskan dalam lingkungan sosial mana peristiwa itu terjadi, lingkungan para buru pabrik, lingkungan nelayan dan sebagaina.
    4. Latar ruang, yaitu latar yang melikiskan dalam ruangan yang bagaimana peristiwa itu berlangsung, didalam kamar, dalam aula dan sebagainya.
    Alur
    Menurut Surana (2002:54) didalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun bidang punggung cerita yaitu alur.
    Menurut Laniampe dan Sumiman (2001:35) bahwa sebuah peristiwa akan menjadi penyebab atau akibat dari peristiwa yang lain yang pada akhirnya akan berhubungan tanpa ada peristiwa yang terlepas. Hubungan antara satu peristiwa atau sekelompok peristiwa dengan peristiwa yang lain inilah yang disebut plot. Hal ini sejalan dengan pandangan Staton (Nurgiantoro, 1995:133) bahwa alur adalah cerita berisikan urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan sebab akibat. Peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Karena alur dibangun berdasarkan hubungan sebab akibat, maka alur tidak dapat berdiri sendiri. Alur selalu berhubungan dengan elemen lainnya, seperti watak, tokoh, setting, tema dan konflik.
    Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa alur adalah struktur penceritaan prosa fiksi yang di dalamnya berisi rangkaian kejadian peristiwa yang disusun berdasarkan hokum sebab akibat (kausalitas) serta logis.
    Sudut Pandang
    Menurut Lubbock (dalam Sudjiman, 1965:75) mengatakan bahwa sudut pandang mengandung arti hubungan diantara tempat penderita berdiri dan ceritanya. Didalam atau di luar cerita. Hubungan ini ada dua macam, yaitu hubungan pencerita diaan dengan ceritanya, dan hubungan pencerita akuan dengan ceritanya. Hudson mengemukakan istilah point of view dengan arti pikiran atau pandangan pengarang yang dijalin dalam karyanya. Sudut pandang dalam kesusastraan terdiri atas:
    1. Sudut pandang fisik, yaitu posisi didalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang di dalam pendekatan materi cerita;
    2. Sudut pandang mental, yaitu perasaan sikap pengarang terhadap masalah didalam cerita;
    3. Sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang di dalam membawakan materi, sebagai orang kedua, atau orang ketiga.

    Menurut Surana (2002:51) sudut pandang terbagi atas:
    a. Cara orang pertama. Pengarangnya memakai istilah “aku”atau”saya”. Dalam hal ini pengarang sendiri menjadi tokoh didalam cerita. Pengarang tidak selalu menjadi tokoh utama tetapi ia hanya memegang peranan kecil, ia hanya sekedar pencerita tentang tokoh utama.
    b. Cara orang ketiga. Disini pengarang memakai istilah “ia”atau”dia” atau memakai nama orang. Pengarang berdiri di luar pagar seolah-olah dia dalang yang menceritakan pelaku-pelakunya. Dari cara ketiga ini, pengarang dapat bersikap menceritakan apa perbuatan tokoh-tokoh dalam cerita sedang ia tidak tahu pikiran dan perasaan mereka. Sikap kedua pengarang menceritakan tokoh-tokohnya, dan mengetahui jalan perasaan dan pikiran tokoh-tokoh cerita.

    Bahan Ajar
    Standar Kompetensi : Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan
    Kompetensi Dasar : Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/novel terjemahan
    Unsur intrinsik novel
    Tokoh
    Tokoh termasuk unsur cerita yang sangat penting. Tidak ada cerita tanpa tokoh. Tokoh-tokoh dalam cerita bersifat unik, tokoh yang satu berbeda dengan yang lainnya. Tokoh lazim pula disebut pelaku cerita. Tokoh biasanya berwujud manusia, tetapi dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
    Sumardjo (dalam Wahid, 2004:76) mengatakan melalui tokoh, pembaca dapat mengikuti jalannya cerita dan mengalami berbagai pengalaman batin seperi yang dialami tokoh cerita.
    Zulfahnur (1996/1997:29) menjelaskan bahwa berdasarkan fungsi penampilanya, tokoh dalam cerita dibedakan menjadi tiga, yaitu tokoh protagonis, antagonis, dan trigonis. Protagonis adalah tokoh yang diharapkan berfungsi menarik simpatik dan empati pembaca. Antagonis atau tokoh lawan adalah pelaku dalam cerita yang berfungsi sebagai penantang utama dari tokoh protagonis. Tritagonis adalah tokoh yang berpihak pada protagonis atau berpiihak pada antagonis atau berfungsi sebagai penengah tokoh-tokoh itu.
    Baik tokoh protagonis maupun antagonis biasanya menjadi fokus cerita. Tokoh yang menjadi fokus ini biasanya disebut tokoh utama.
    Tema
    Menurut Surana (2002:56) tema adalah pokok permasalahan suatu cerita yang terus menerus dibicarakan sepanjang cerita. Pengarang sendiri tidak menyebutkan apa yang menjadi latar belakang atau tema ceritanya, tetapi dapat kita ketahui setelah kita membaca cerita itu secara keseluruhan. Dengan kata lain titik tolak sebuah cerita merupakan sebuah yang tersirat bukan tersurat. Pengarang hendak menyajikan suatu cerita ialah hendak mengemukakan suatu gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari sebuah karya sastra itu yang disebut tema.
    Amanat
    Amanat dapat diartikan sebagai pesan berupa ide, gagasan, ajaran moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan atau dikemukakan pengarang lewat cerita. Amanat pengarang ini dapat secara implisit dan eksplisit di dalam karya sastra implisit misalnya disiratkan dalam tingkah laku tokoh-tokoh cerita. Sedangkan eksplisit, bila dalam tengah atau akhir cerita pengarang menyampaikan pesan-pesan, nasihat pemikiran dan sebagainya (Zulfahnur, 1996:25-26).
    Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Sudjiman (1988:57) mengemukakan bahwa amanat adalah ajaran moral atau pesan yang disampaikan oleh pengarang. Sedangkan Esten (1995:91) berpendapat bahwa amanat adalah pemecahan dan jalan keluar yang diberikan pengarang didalam sebuah karya sastra terhadap semua yang dikemukakan.
    Berdasarkan pandangan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika permasalahan yang diajukan dalam cerita juga diberikan jalan keluarnya oleh pengarang maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat.
    Latar
    Unsur fiksi yang menunjukan dimana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut latar. Adapula yang menyebutkan landasan tumpu, yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi. Latar secara garis besar dapat dikategorikan dalam tiga bagian yakni latar tempat, yang berkaitan dengan geografis, latar waktu yang berkaitan dengan masalah historis dan latar sosial yang berkaitan dengan kemasyarakatan.
    Abrams dalam Nurgiantoro (1995:216) mengemukakan bahwa latar adalah landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan hubungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dapat dikatakan bahwa latar-latar tersebut sebagai ruangan atau tempat tokoh-tokoh melandaskan laku dan alasan psikologi pertumbuhan tokoh.
    Menurut Sudjiman (1986:64) secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk pengacauan yang berkaitan dengan waktu ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita. Selanjutnya dijelaskan bahwa latar dapat dibedakan menjadi latar sosial dan latar fisik/ materi, kelompok sosial dan sifat, adab kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain. yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisiknya, yaitu bangunan, daerah dan sebagainya. Latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu disebut latar spiritual.
    Menurut Semi (1988:46) latar dalam prosa fiksi termasuk hikayat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
    5. Latar alam di dalamnya dilukiskan perihal lokasi atau tempat peristiwa dalam ruang alam itu.
    6. Latar waktu, yaitu latar yang melukiskan kapan peristiwa itu terjadi, pada tahun berapa, pada musim apa, jam berapa, senja hari, tengah hari, malam hari, akhir bulan, dan sebagainya.
    7. Latar sosial, yaitu yang melukiskan dalam lingkungan sosial mana peristiwa itu terjadi, lingkungan para buru pabrik, lingkungan nelayan dan sebagaina.
    8. Latar ruang, yaitu latar yang melikiskan dalam ruangan yang bagaimana peristiwa itu berlangsung, didalam kamar, dalam aula dan sebagainya.

    Alur
    Menurut Surana (2002:54) didalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun bidang punggung cerita yaitu alur.
    Menurut Laniampe dan Sumiman (2001:35) bahwa sebuah peristiwa akan menjadi penyebab atau akibat dari peristiwa yang lain yang pada akhirnya akan berhubungan tanpa ada peristiwa yang terlepas. Hubungan antara satu peristiwa atau sekelompok peristiwa dengan peristiwa yang lain inilah yang disebut plot. Hal ini sejalan dengan pandangan Staton (Nurgiantoro, 1995:133) bahwa alur adalah cerita berisikan urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan sebab akibat. Peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Karena alur dibangun berdasarkan hubungan sebab akibat, maka alur tidak dapat berdiri sendiri. Alur selalu berhubungan dengan elemen lainnya, seperti watak, tokoh, setting, tema dan konflik.
    Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa alur adalah struktur penceritaan prosa fiksi yang di dalamnya berisi rangkaian kejadian peristiwa yang disusun berdasarkan hokum sebab akibat (kausalitas) serta logis.
    Sudut Pandang
    Menurut Lubbock (dalam Sudjiman, 1965:75) mengatakan bahwa sudut pandang mengandung arti hubungan diantara tempat penderita berdiri dan ceritanya. Didalam atau di luar cerita. Hubungan ini ada dua macam, yaitu hubungan pencerita diaan dengan ceritanya, dan hubungan pencerita akuan dengan ceritanya. Hudson mengemukakan istilah point of view dengan arti pikiran atau pandangan pengarang yang dijalin dalam karyanya. Sudut pandang dalam kesusastraan terdiri atas:
    4. Sudut pandang fisik, yaitu posisi didalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang di dalam pendekatan materi cerita;
    5. Sudut pandang mental, yaitu perasaan sikap pengarang terhadap masalah didalam cerita;
    6. Sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang di dalam membawakan materi, sebagai orang kedua, atau orang ketiga.
    Menurut Surana (2002:51) sudut pandang terbagi atas:
    c. Cara orang pertama. Pengarangnya memakai istilah “aku”atau”saya”. Dalam hal ini pengarang sendiri menjadi tokoh didalam cerita. Pengarang tidak selalu menjadi tokoh utama tetapi ia hanya memegang peranan kecil, ia hanya sekedar pencerita tentang tokoh utama.
    Cara orang ketiga. Disini pengarang memakai istilah “ia”atau”dia” atau memakai nama orang. Pengarang berdiri di luar pagar seolah-olah dia dalang yang menceritakan pelaku-pelakunya. Dari cara ketiga ini, pengarang dapat bersikap menceritakan apa perbuatan tokoh-tokoh dalam cerita sedang ia tidak tahu pikiran dan perasaan mereka. Sikap kedua pengarang menceritakan tokoh-tokohnya, dan mengetahui jalan perasaan dan pikiran tokoh-tokoh cerita.

    Bahan Ajar
    CONTOH RESENSI
    Pemaknaan Hidup Jakob Oetama


    Judul : Syukur Tiada Akhir
    Penulis : St. Sularto
    Penerbit : Penerbit Buku Kompas
    Terbit : September 2011
    Halaman : 669
    Kepekaan terhadap realitas, ketajaman menganalisa, kekritisan melihat fenomena, dan kejernihan dalam berpikir, merupakan hal yang harus dimiliki wartawan. Jika tidak, ia tidak dapat berbuat banyak untuk kemanusiaan.
    Itulah yang berkali-kali ditekankan oleh Jakob Oetama. Bagi tokoh pers yang lebih dari setengah abad membuktikan kesetiaannya terhadap profesi jurnalistik itu, tugas wartawan adalah kesetiaan pada obyektivitas, kebenaran dan pembangunan manusia.
    Bagaimana idealisme itu terbentuk? Dalam buku ini dijelaskan, latar belakang pendidikannya di seminari, persentuhan dengan sastra Barat, serta pertemuan dengan filsafat telah menjadi ladang persemaian kepekaan dan orientasi nilainya dalam menjalankan profesi wartawan.
    Bagi Jakob, pers harus bertindak bijaksana dalam masyarakat yang terus berubah. Pers harus dapat melihat gejala-gejala dan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat.
    Dengan begitu, pers dapat memberikan sumbangan yang maksimal bagi masyarakat. Sebab, esensi pers ataupun media massa adalah manusia dan peristiwa kemanusiaan. Jadi, pilihan orientasinya pun harus kemanusiaan.
    Baginya, pers juga harus menjadi wahana dialog antara pemerintah dan masyarakat. Tujuannya, agar pembangunan terus bergerak maju, serta dapat menjaga terselenggaranya demokrasi yang sehat.
    Terkait hubungan antara pers dan kekuasaan, Jakob sempat diancam oleh pemerintah untuk menghentikan kegiatan surat kabar yang dipimpinnya. Ini terjadi pada 5 Februari 1978. Harian itu, Kompas, boleh terbit kembali jika Jakob mau menandatangani surat permintaan maaf dan kesetiaan terhadap pemerintah.
    Butir yang termasuk dalam kesetiaaan tersebut diantaranya adalah tidak mempersoalkan Dwi Fungsi ABRI, tidak menurunkan berita yang memperuncing konflik, dan tidak menulis tentang asal-usul kekayaan Presiden Soeharto (hal. 24). Dengan berat hati, Jakob menandatangani surat tersebut. Hal ini mengundang pro dan kontra.
    Namun Jakob punya alasan. Pertama, dengan sikap yang terkesan kompromistis itu, ia masih dapat berbuat sesuatu untuk masyarakat. Jika media sudah menjadi mayat, ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi, begitu ia mengistilahkan.
    Kedua, saat itu ia memikirkan hidup 2.000 karyawannya yang bergantung kepada harian itu Belum lagi mereka yang secara tidak langsung memperoleh berkah dari terbitnya harian Kompasseperti agen koran ataupun pengecer koran.
    Jika saja hari itu Jakob mengikuti kehendak PK Ojong, salah satu pendiri Kompas, untuk tidak menandatangani surat itu, mungkin sejarah pun berbeda. Barangkali harian itu kini tinggal sejarah.
    Namun, bagi sosok yang lebih senang disebut wartawan ketimbang pengusaha itu, apa yang ia lakukan saat itu bukanlah semata-mata hasil keputusannya, namun karena penyelenggaraan Allah (providentia dei). Itu sebabnya Jakob menekankan perlunya untuk bersyukur tiada henti untuk semua yang telah terjadi.
    Buku ini tidak hanya berisi bagaimana wartawan harus menjalankan profesinya, namun juga bagaimana setiap orang harus memaknai segala peristiwa dan pencapaian dalam hidupnya sebagai anugerah dan berkat dari yang di Atas.***

    Bahan Ajar
    Standar Kompetensi : Mengungkapkan informasi melalui penulisan resensi
    Kompetensi Dasar : Mengaplikasikan prinsip-prinsip penulisan resensi
    CONTOH RESENSI

    Mochtar Lubis dalam Perspektif Kritis



    Judul : Jurnalisme dan Politik di Indonesia
    Penulis : David T Hill
    Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
    Terbit : I, Agustus 2011
    Tebal : 362 halaman
    Harga : Rp. 75.000
    Mochtar Lubis adalah ikon pers Indonesia. Keberaniannya mengritik penguasa terus menjadi buah bibir hingga kini. Karena kritikan tersebut, pemerintah acap kali merasa jengah. Buntutnya, Mochtar dijebloskan ke penjara.
    Buku ini tampaknya ingin memperlihatkan bagaimana sepak terjang Mochtar Lubis di jagat pers dan kaitannya dengan dinamika politik nasional. Tidak hanya karena posisinya sebagai pemimpin Indonesia Raya yang bertiras besar dan berpengaruh, namun karena Mochtar memiliki garis moral perjuangan yang sulit digeser, yang tercermin lewat gaya jurnalistiknya.
    Garis moral tersebut kira-kira, selalu kritis terhadap kecenderungan negatif penguasa seperti korupsi, penyalahgunaan wewenang, penyelewengan jabatan, serta kemerosotan moral pemangku kekuasaan.
    Ketika Presiden Soekarno menikahi Hartini misalnya,Indonesia Raya jelas-jelas mengritiknya. Bahkan Mochtar terang-terangan menyerang Soekarno (Hal. 57). Soekarno pun gerah dengan "ulah" Mochtar tersebut..
    Krtik keras Mochtar tak berhenti di situ, melainkan juga ketika Konferensi Asia-Afrika berlangsung pada tahun 1955. Saat itu ia mengritik panita "keramahtamahan" yang "menyediakan" perempuan untuk menyenangkan para delegasi.
    Ketika Indonesia Raya berada di Orde Baru, orientasi perlawanannya tidak berubah. Meskipun pada awalnya harian ini mendukung garis kebijakan Suharto, namun ia tetap kritis. Misalnya saja kritik kasus korupsi Pertamina oleh Ibno Sutowo yang memiliki kedekatan dengan Presiden Suharto.
    Namun, sikap keras Mochtar Lubis tidak selalu menuai pujian dari orang-orang yang mendukung perjuangannya. Sebaliknya, ia memperoleh kritik. Keberpihakannya membuat pemberitaannya menjadi tidak seimbang.
    Pernyataan antikomunis di Indonesia Raya misalnya, selalu memperoleh ruang yang besar. Sebaliknya, pemberitaan ataustatement yang mendukung komunis, selalu memperoleh porsi yang lebih sedikit.
    Bahkan pada peristiwa berikutnya, Mochtar Lubis menolak penyelenggaraan Pekan Film Rusia pada tahun 1969. Soe Hok Gie mengritik halini. Soe Hok Gie menuduh Mochtar sebagai orang yang berpandangan sempit sekaligus seorang pelacur intelektual.
    Selain itu, buku ini juga menyinggu Mochtar Lubis sebagai seorang sastrawan. Protesnya terhadap pemerintah, deskripsi sebuah situasi moral, ataupun eksplanasi kondisi saat menjalankan tugas jurnalistik, ia ungkapkan lewat karya-karya sastranya.
    Ini yang membuat Mochtar Lubis menonjol sebagai sastrawan. Sejumlah pengakuan internasional ia peroleh karena karya-karya sastranya tersebut. Kepiawainnya tidak hanya teruji di bidang jurnalistik, namun juga di dunia kepengarangan.
    Sebagai sebuah biografi kritis, buku ini memberikan perspektif yang lebih luas mengenai Mochtar. David T Hill tidak berpretensi memuji-muji Mochtar, namun juga memperlihatkan sisi manusiawi Mochtar. Pada buku ini Mochtar beberapa kali digambarjan sebagai sosok yang dapat juga meletupkan kebencian, kesumat, hingga kekeraskepalaan.
    Itulah Mochtar Lubis, meskipun perjuangannya tak sepi kritik, namun ia selalu memegang teguh nilai-nilai yang diyakininya.***
    dimuat di harian Koran Jakarta, 2 Sepetember 2011

0 komentar:

Posting Komentar