• DINAMIKA KONFLIK


    A. Dinamika Konflik
    Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui sasarannya. Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang di bawa individu dalam suatu interaksi.
    B. Jenis-Jenis Konflik
    Adapun mengenai jenis-jenis konflik, dikelompokkan sebagai berikut :
    § Person rile conflict : konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang.
    § Inter rule conflict : konflik antar peranan, yaitu persoalan timbul karena satu orang menjabat satu atau lebih fungsi yang saling bertentangan.
    § Intersender conflict : konflik yang timbuk karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang.
    § Intrasender conflict : konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan.
    Selain pembagian jenis konflik di atas masih ada pembagian jenis konflik yang dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan, yaitu :
    ¯ Konflik dalam diri individu
    ¯ Konflik antar individu
    ¯ Konflik antar individu dan kelompok
    ¯ Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama
    ¯ Konflik antar organisasi
    Individu-individu dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang menyebabkan konflik. Secara lebih konseptual litteral mengemukakan empat penyebab konflik organisasional, yaitu :
    ª Suatu situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai
    ª Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai
    ª Suatu masalah yang tidak tepatan status
    ª Perbedaan presepsi
    Didalam organisasi terdapat empat bidang structural, dan dibidang itulah konflik sering terjadi, yaitu :
    * Konflik hirarkis adalah konflik antar berbagai tingkatan organisasi
    * Konflik fungsionala adalah konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi
    * Konflik lini-staf adalah konflik antara lini dan staf
    * Konflik formal informal adalah konflik antara organisasi formal dan organisasi informal.
    Secara tradisional pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan, yaitu :
    Konflik dapat di hindarkan
    Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau dan primadona
    Bentuk-bentuk wewenang legalistic
    Korban diterima sebagai hal yang tak dapat dielakkan
    Apabila keadaan tidak saling mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antar anggota organisasi itu makin parah sehingga konsesus sulit dicapai, sehingga konflik tak terelakkan. Dalam hal ini pimpinan dapat melakukan berbagai tindakan tetapi harus melihat situasi dan kondisinya, yaitu :
    Menggunakan kekuasaan
    Konfrontasi
    Kompromi
    Menghaluskan situasi
    Mengundurkan diri
    Bila dilihat sekilas sepertinya konflik itu sangat sulit untuk dihindari dan diselesaikan, tetapi dalam hal ini jangan beranggapan bahwa dengan adanya konflik berarti organisasi tersebut telah gagal. Karena bagaimanapun sulitnya suatu konflik pasti dapat diselesaikan oleh para anggota dengan melihat persoalan serta mendudukannya pada proporsi yang wajar.
    C. Sumber-Sumber Konflik
    a. Kebutuhan untuk membagi (sumber daya-sumber daya) yang terbatas
    b. Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan
    c. Saling ketergantungan dalam kegiata-kegiatan kerja
    d. Perbedaan nilai-nilai atau presepsi
    e. Kemandirian organisasional
    f. Gaya-gaya individual

    D. Strategi Penyelesaian Konflik
    Mengendalikan konflik berarti menjaga tingakat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan cara :
    1. Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.
    2. Meminimalkan kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau lebih unit kerja.
    3. Memperbesar sumber-sumber organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
    4. Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang sama.
    5. Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat keputusan.
    6. Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
    7. Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
    8. Me-redesign kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.

    Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui sasarannya. Suatu pemahaman akan konsep dan dinamika konflik lebih menjadi bagian vital dalam studi perilaku organisasional, oleh karena itu perlu untuk dipahami dengan baik.
    Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang kalah antara kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi, atau dapat dikatakan juga bahwa konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak yang terkait.
    Adapun mengenai jenis-jenis konflik, ada beberapa orang yang mengelompokkan konflik menjadi sebagai berikut:
    1. Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (person role conflict).
    2. Konflik antar peranan (inter-role conflict), yaitu persoalan timbul karena satu orang menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan.
    3. Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender conflict).
    4. Konflik yang timbul karena disampaikan informasi yang saling bertentangan (interasender conflict).
    Selain pembagian jenis konflik di atas masih ada pembagian jenis konflik yang dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan, yaitu:
    1. Konflik dalam diri individu.
    2. Konflik antar individu.
    3. Konflik antar individu dan kelompok.
    4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang samakonflik antar organisasi.
    Konflik organisasional timbul karena ada beberapa sumbernya, dan berbagai sumber utama konflik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
    Kebutuhan untuk membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas.
    Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan.
    Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja.
    Perbedaan nilai-nilai atau persepsi.
    Kemenduaan organisasional.
    Gaya-gaya individual.1
    PENGAMBILAN KEPUTUSAN
    Pada hakekatnya, pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
    Pengertian di atas menunjukkan lima hal dengan jelas, yaitu:
    1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan.
    2. Pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan secara sembrono, karena cara pendekatan kepada pengambilan keputusan harus didasarkan kepada sistematika tertentu, yaitu:
    Kemampuan organisasi, dalam arti tersedianya sumber-sumber yang nantinya akan digunakan untuk melaksanakan keputusan yang diambil.
    Tenaga kerja yang tersedia serta kualifikasinya.
    Situasi lingkungan intern dan ekstern yang akan mempengaruhi jalannya roda dministrasi dan manajemen di dalam organisasi.
    3. Bahwa sebelum sesuatu masalah dapat dipecahkan dengan baik, hakekat daripada masalah itu harus diketahui dengan jelas. Perlu diperhatikan bahwa pada hakekatnya pengambilan keputusan adalah pemecahan masalah dengan sebaik-baiknya.
    4. Bahwa pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan mengarang, akan tetapi harus didasarkan kepada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis, terolah dengan baik dan tersimpan secara teratur sehingga fakta-fakta atau data itu sungguh-sungguh dapat dipercayai dan bersifat up to date.
    5. Bahwa keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang ada, setelah alternatif-alternatif itu dianalisa dengan matang.
    Pengambilan keputusan yang tidak didasarkan kepada kelima hal diatas akan dihadapkan kepada berbagai masalah seperti:
    Tidak tepatnya keputusan karena kesimpulan yang diperoleh dari fakta-fakta dan data yang tidak up to date dan tidak dapat dipercayai.
    Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan organisasi untuk melaksanakannya, baik ditinjau dari segi manusia, uang maupun material.
    Ketidakmauan orang-orang pelaksana untuk melaksanakannya karena tidak terlihat dalam keputusan yang diambil sesuatu hal yang menunjukkan adanya sinkronisasi antara kepentingan organisasi dan kepentingan pribadi orang-orang di dalam organisasi tersebut.
    Timbulnya penolakan terhadap keputusan karena faktor lingkungan belum disiapkan untuk menerima akibat daripada keputusan yang diambil.
    Kesemuanya ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan sebagai tugas terpenting dan terutama bagi seorang pemimpin yang baik, bukan merupakan tugas yang mudah dan bahwa apabila seseorang ingin diakui sebagai seorang pemimpin yang baik, orang tersebut sepanjang kariernya perlu secara teratur dan kontinyu mengembangkan kemampuan mengambil keputusan. Apabila kemampuan mengambil keputusan tidak dikembangkan secara teratur dan kontinyu, bukan tidak mungkin seseorang yang menduduki jabatan pimpinan akan dihadapkan kepada dilemma, frustasi dan kegagalan.2 Wallohu a’lam.
    Baik-buruknya seseorang menjalankan peranannya sebagai pemimpin, dengan nama apapun pemimpin itu dikenal seperti: administrator, manager, kepala, ketua dan sebagainya, pada hakekatnya dinilai dari kriteria prosentasi keputusannya direalisasi dan sampai dimana keputusan-keputusan itu mempercepat proses pencapaian tujuan organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan perkataan lain, semakin tinggi kedudukan seseorang di dalam suatu organisasi, ia akan memerlukan semakin banyak managerial skill dan kurang kebutuhan akan technical skill3 (insya’ Alloh Ta’ala), oleh karena ia sudah semakin berkurang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat operasional.4
    Dalam abad modern seperti sekarang ini tugas mengambil keputusan tidak mudah oleh karena:
    1. Organisasi dewasa ini ditandai oleh kompleksitas kegiatan aneka ragam produk yang dihasilkan, intrikasi daripada hubungan kerja serta meningkatnya tuntutan daripada para langganan organisasi yang mesti dilayani.
    2. Pada umumnya organisasi-organisasi besar dan kompleks dihadapkan kepada ledakan informasi yang menuntut penanganan informasi itu oleh para ahli informasi dengan keterampilan yang tinggi. Artinya, pimpinan dalam mengambil keputusan dihadapkan kepada volume informasi yang besar sehingga mereka memerlukan para pembantu yang ahli memilih informasi apa yang diperlukan oleh siapa untuk mengambil keputusan apa. Untuk tugas pelayanan yang demikian inilah suatu sistem informasi bagi pimpinan perlu diciptakan, dikembangkan dan dipelihara.
    3. Keputusan yang diambil selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologis yang mempunyai implikasi sosiologis, ekonomis, budaya, politis, finansial dan bahkan sering juga ideologis. Oleh karenanya, proses pengambilan keputusan seyogianya didasarkan kepada sistem yang multi fungsional dan interdisciplinarykarena system yang demikianlah yang memperhitungkan faktor-faktor ekologis tersebut dengan cukup.
    4. Semakin langkanya sumber-sumber yang tersedia untuk digunakan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
    5. Pendekatan dalam management science yang semakin bersifat matematis dan menggunakan data-data yang dapat dikuantifikasi.
    Kelompok pimpinan dewasa ini sesungguhnya lebih beruntung dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di masa lalu karena sebagai akibat daripada kemajuan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kini telah tersedia berbagai alat yang dapat digunakan oleh pimpinan untuk mempermudah dan mempercepat pelaksanaan tugasnya selaku pengambil keputusan.
    Akan tetapi kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut agar para pimpinan semakin bertekad untuk mengembangkan dan memiliki ciri-ciri kepemimpinan yang baik.5


0 komentar:

Posting Komentar